Mohon maaf jika judul artikel ini agak mengesalkan anda. Sebab, kita semua tahu bahwa nilai anda jauh lebih tinggi dari sekedar nilai uang seribu rupiah. Tetapi, percayakah anda kalau kita semua perlu sesekali menguji kebenaran premis bahwa; ’nilai kita lebih tinggi dari uang seribu rupiah’ itu? Agak janggal memang. Tapi, sebentar lagi anda akan faham maksud saya. Pertama-tama, ingatlah kembali bahwa nilai selembar uang sangat ditentukan oleh jumlah angka nol yang dimilikinya. Lalu, berhentilah sejenak dari membaca tulisan ini. Dan renungkanlah ini; ”jika nilai uang ditentukan oleh jumlah angka ’0’ yang dimilikinya, maka apa yang menentukan nilai diri kita sebagai manusia?”
Saya bisa mengatakan bahwa uang seribuan itu mewakili kualitas standar yang
dipersyaratkan bagi diri kita, supaya perusahaan menganggap kita masih layak
untuk dipekerjakan. Perhatikan, uang seribuan memiliki 3 buah angka ’0’ (nol),
dimana setiap angka nol itu mewakili satu kualitas penting yang harus dimiliki
oleh setiap pekerja.
Angka ’nol’ pertama mewakili apa yang kita sebut sebagai Knowledge, alias
ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, setiap proses rekrutmen mempersyaratkan
standar pendidikan tertentu untuk setiap posisi yang akan diisi. Ijazah sedikit
banyak memberikan gambaran apakah kita mempunyai standard pengetahuan yang
memadai untuk pekerjaan yang kita lamar atau tidak. Jika kita memenuhi syarat
pengetahuan yang ditetapkan, kita bisa memasuki tahap selanjutnya.
Angka ’nol’ yang kedua mewakili apa yang kita sebut sebagai Skill,
alias keterampilan. Jika kita lulusan sebuah sekolah yang memiliki reputasi
tinggi, tetapi skill kita sangat rendah dan kalah jauh dari orang lain yang
lulusan sekolah biasa saja, maka nilai kita berada dibawahnya. Sehingga, wajar
jika perusahaan lebih memilih orang lain daripada kita. Karena, dengan hanya
berbekal Knowledge, nilai kita seperti uang 10 rupiah, sementara teman kita yang
memiliki knowledge dan skill sudah memiliki 2 buah ’nol’ sehingga nilainya
setara dengan 100 rupiah, alias sepuluh kali lipat nilai kita.
Angka ’0’ ketiga mewakili apa yang kita sebut sebagai Attitude, alias
sikap.
Cukup banyak yang mengeluhkan sikap orang-orang yang merasa dirinya hebat.
Mereka mengira bahwa dengan ijasah dari perguruan tinggi kelas atas bisa
menembus segala-galanya. Malah sebaliknya, sikap buruk seringkali menjatuhkan
nilai orang-orang cerdas dan berbakat. Artinya, perusahaan sama sekali tidak
tertarik kepada orang pintar yang attitude-nya buruk. Oleh karena itu, orang
yang attitudenya lebih baik, lebih disukai daripada orang cerdas yang sikapnya
buruk. Ibaratnya, sekarang orang pinter ini masih mengoleksi satu angka ’nol’
(knowledge), sementara orang lain sudah mengumpulkan tiga (knowledge, Skill, dan
attitude). Jika hal itu terjadi dalam sebuah proses penerimaan karyawan, siapa
menurut pendapat anda yang akan mendapatkan kesempatan?
Pertanyaannya kemudian adalah; ”apakah hal itu masih relevan bagi
orang-orang yang sudah memiliki pekerjaan seperti kita?” Tentu. Malah lebih
penting lagi, karena ini menyangkut 2 hal, yaitu; pertama, bagaimana caranya
mempertahankan agar jumlah angka nol kita tidak berkurang, dan kedua, bagaimana
caranya menambah angka nol kita?
Memangnya ’angka nol’ kita bisa berkurang? Bisa. Contohnya, berapa
banyak karyawan yang pada awalnya, sangat knowledgeable, namun karena
malas
meningkatkan diri akhirnya pengetahuannya ketinggalan jaman. Berapa banyak
karyawan yang pada awalnya, sangat skillful, namun karena enggan mempelajari hal
baru akhirnya keterampilannya tidak sesuai lagi dengan tuntutan
perusahaan. Berapa banyak karyawan yang pada awalnya, berperilaku sangat baik,
namun karena satu atau lain hal akhirnya mereka bertingkah diluar norma sehingga
tidak pantas lagi menjadi bagian dari budaya perusahaan? Inilah gambaran dari
orang-orang yang ’angka nolnya’ berkurang.
Jika kita kembali kepada setiap angka ’nol yang dimiliki oleh uang
seribuan
tadi, maka setiap penambahan angka nol, menghasilkan nilai sepuluh kali
lipat, dari nilai sebelumnya. Artinya, uang Rp. 100,- (yang memiliki 2 buah
angka ’nol’) nilainya sepuluh kali lipat uang Rp.10,- yang hanya memiliki 1
angka nol. Dan uang Rp. 1000,- nilainya sepuluh kali lipat nilai uang Rp. 100,-
sebab kita tahu bahwa setiap penambahan satu angka nol menaikkan nilainya sepuluh kali
lipat. Oleh sebab itu, jika kepada uang seribu tadi ditambahkan satu lagi angka
nol, maka nilainya sudah naik sepuluh kali lipat. Lalu, tambahkan lagi satu
angka nol, maka nilainya naik lagi sepuluh kali lipat. Betul demikian?
Lantas, bagaimana caranya menambah angka nol itu? Kita sudah tahu bahwa
angka ’0’ pada uang merupakan nilai tambah yang tidak terelakan. Pada manusia,
nilai tambah itu setara dengan ’atribut-atribut’ positif yang mewujud pada
perilaku, pengetahuan, dan keterampilan kita. Orang yang memiliki perilaku yang
baik dan pengetahuan yang luas serta keterampilan yang tinggi tentu nilainya
lebih tinggi dari orang lain yang hanya memiliki salah satu dari ketiga aspek
itu. Ibaratnya uang yang memiliki satu ’0’ dibandingkan dengan ’000’. Jika
ketiga hal diatas ditambah dengan ’kesediaan untuk memberikan pelayanan ekstra’,
misalnya; maka nilainya bertambah sepuluh kali lipat karena sekarang angka ’0’
nya menjadi 4. Tambah lagi dengan ’senang membantu orang lain’; naik sepuluh
kali lipat lagi nilainya.
Bayangkan jika kita bisa menambah puluhan atribut positif lain kedalam
diri kita. Tentu kita bisa menjadi karyawan unggul bernilai sangat tinggi
sebagai aset penting bagi perusahaan. Karena, sudah menjadi sifat alamiah kita
untuk tertarik kepada seseorang yang memiliki banyak atribut positif didalam
dirinya. Ini menegaskan bahwa ’nilai’ seseorang sangat ditentukan oleh kualitas
dirinya. Dan kualitas diri kita itu, ditentukan oleh atribut-atribut positif
yang kita miliki. Persis seperti uang yang nilainya ditentukan oleh jumlah angka
’0’ yang
dimilikinya.